Permasalahan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Permasalahan Pendidik dan Tenaga Kpendidikan
a. Pendidik
Pendidik adalah guru yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal. Namun terdapat permasalahan yang terkait dengan Guru, yaitu:
• Profesi guru
Guru merupakan profesi tertua didunia seumur dengan keberadaan manusia. Bukankah ibu dan keluarga merupakan guru alamiah yang kali pertama? Tidak mengherankan apabila didalam masyarakat, profesi guru dianggap dapat dilakukan oleh semua orang. Sehingga sekarang ini, pertanyaan yang masih muncul berkaitan dengan profesi guru yaitu “Apakah pekerjaan guru itu suatu profesi?” Pertanyaan ini muncul karena disatu sisi guru adalah pendidik, sehingga banyak yang beranggapan setiap orang dapat dan berhak mendidik. Disisi lain ada sebagian orang yang menjadi guru tanpa melalui jalur pendidikan guru tetapi dapat melaksanakan tugasnya sama atau lebih baik dari pada mereka yang berlatar belakang guru.
Apabila melihat kehidupan masyarakat yang semakin terdiferensial dan ketika semua orang mempunyai banyak pilihan sebagai ladang kehidupanya maka citra profesi guru kian merosot didalam kehidupan sosial. Apalagi masyarakat makin lama makin terarah kepada kehidupan materialistis. Sehingga suatu profesi dinilai sesuai nilai materinya. Oleh sebab itu tidak heran bila profesi guru termarjinalkan dan menjadi pilihan terakhir.
Fenomena tersingkirnya profesi guru dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu gejala global. Bukan saja di negara-negara maju citra profesi guru semakin menurun namun juga terjadi di negara miskin dan berkembang. Demikian pendapat para pakar seperti Altbach. Namun demikian, masyarakat mana yang tidak membutuhkan profesi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tanpa profesi guru tidak mungkin tercipta suatu generasi unggul, kreatif dan cerdas. Ironi yang terjadi, begitu besarnya jasa guru dalam membangun masyarakat bangsa namun penghargaan yang diberikan rendah. Sehingga tidak mengherankan bila para pakar berpendapat bahwa profesi guru merupakan “Most thankless profession in the world ”.

• Status sosial ekonomi
Begitu besarnya peran dan tanggungjawab seorang guru karena dipundaknyalah nasib bangsa ke depan apakah akan semakin baik atau sebaliknya. Perannya dalam mendidik dan membesarkan generasi muda penerus bangsa adalah tugas yang tidak ringan. Tanggung jawab pribadi sebagai pengabdi terhadap masyarakat, peserta didik, bangsa, dan Tuhan menuntut loyalitas yang penuh dari pribadi seorang guru. Seorang guru juga memikul tanggung jawab moral terhadap masalah masa depan umat manusia. Sehinggga memilih profesi guru berarti memilih suatu pilihan moral karena mempunyai tanggung jawab yang besar yaitu membawa masyarakat dan bangsa kepada kehidupan yang lebih baik.
Dilihat dari segi materi, maka kurang sebanding antara penghargaan sosial dan ekonomi yang diterima dibanding tugas dan tanggung jawabnya. Tidak cukup hanya mendapat sebutan ”pahlawan tanpa tanda jasa” karena itu adalah semboyan zaman pertahanan Indonesia pasca kemerdekaan untuk mendorong atau menarik pendidik karena sangat sedikit guru pada waktu itu didukudung kondisi ekonomi yang masih labil. Sehingga perbaikan sosial ekonomi menjadi syarat mutlak didalam menjaga status suatu profesi didalam masyarakat modern. Didalam masyarakat modern terjadi persaingan profesi sudah tidak asing lagi. Suatu profesi ditinggalkan atau disampingkan karena dianggap tidak memperoleh status sosial dan penghargaan ekonomi yang setimpal.

• Karakter kuat dan cerdas
Begitu besarnya peran dan tanggungjawab untuk bagaimana mendidik, mengarahkan dan membentuk pribadi generasi muda yang unggul, kreatif dan cerdas. Tugas ini tidaklah ringan dan bukan main-main. Namun misi besar ini tidak akan tewujud apabila seorang pendidik melupakan dua hal yang prinsip yang harus dimiliki, yaitu; karakter yang kuat dan cerdas. Dua hal itu apabila sudah membumi dalam diri pribadi pendidik maka akan terbentuk karakter yang akan membedakan mana guru yang benar-benar profesional dan kurang profesional. Karakter yang kuat akan tercermin dari komitmen dan konsistensinya dalam mengemban amanahnya sebagai guru serta mampu menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Sedangkan karakter cerdas tercermin dalam 3 hal yaitu; intelektual, emosional dan spiritual yang baik.

• Guru yang otonom
Kehidupan pendidikan dewasa ini dibutuhkan adanya ciri khas dari pribadi guru, yaitu mempunyai daya kreativitas tinggi dalam mengelola pembelajaran, inovatif dalam bidangnya dan bidang lain serta tidak puas hanya mengajarkan materi saja kepada siswanya. Itulah guru yang otonom. Perananya, ia sebagai pemikir dan perancang bahan pelajaran yang kritis dan analitis serta berani mengungkapkan berbagai gagasan kreatifnya. Idealnya seorang guru yang otonom memiliki wawasan yang luas, berani mengambil keputusan terbaik untuk siswanya. Sehingga 3 ciri utama yang melekat dalam diri guru otonom adalah; wawasan yang luas, kreatif dan kritis.

b. Tenaga Kependidikan
Adilkah jika selama ini penilaian keberhasian pendidikan hanya diukur dari faktor pendidik (guru dan dosen) saja? Menurut hemat penulis, kesuksesan pendidikan harus dilihat dari berbagai sudut pandang seperti Tenaga kependidikan.
Sebagaimana telah disebutkan dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional “Tenaga kependidikan adalah penunjang penyelenggaraan pendidikan”. Namun terdapat permasalahan yang terkait pada Tenaga kependidikan, yaitu:
• Peran tenaga kependidikan. Mencakup beberapa faktor, yaitu:
 Pengaturan jadwal pembelajaran
 Kelengkapan saran-prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standard
 Kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga
 Manajemen yang tegas serta supervisi yang ketat.
Tetapi sayangnya saat ini tenaga kependidikan belum diperhatikan sebagaimana pendidik. Suatu keprihatinan jika keduanya yang merupakan tenaga profesional dan juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan tidak disamakan. Pendidik – khususnya guru dan dosen – terkesan superior dan ”dimanjakan” dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sedangkan tenaga kependidikan sampai saat ini pun belum mempunyai payung hukum yang menangani dan mengatur mereka secara jelas.
Disadari peningkatan mutu pendidikan masih memprioritaskan guru dan dosen sebagai kemudi pendidikan. Bisa jadi pemerintah masih menganggap peran pendidik yang dominan sebagai ujung tombak pendidikan. Tetapi apakah hanya dengan mengandalkan guru dan dosen saja pendidikan akan segera bermutu?
Peningkatan mutu pendidikan seharusnya tidak boleh ”menganak-emaskan” salah satu profesi. Karena profesi yang lain juga mempunyai peran untuk ikut andil menuju terciptanya pendidikan yang bermutu. Dan sampai saat ini peran kedua profesi tersebut masih menjadi kontroversi.
• Faktor materi
Undang-Undang tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 1 dengan jelas menyebutkan bahwa keduanya (pendidik dan tenaga kependidikan) berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Tetapi dilihat secara materi, kelak pendidik (guru dan dosen) mempunyai gaji 2 kali dan/ atau bahkan 3 kali lebih besar dari gaji tenaga kependidikan. Demikian setidaknya amanat UU tentang guru dan dosen. Sedangkan gaji tenaga kependidikan berkutat pada nominal tunjangan yang kurang sebanding bila dibandingkan dengan tunjangan pendidik. Faktor penghargaan secara materi inilah yang akhirnya mempengaruhi barometer kinerja tenaga kependidikan menjadi kurang bergairah. Tanpa adanya perhatian, perbaikan dan penghargaan dikhawatirkan akan muncul ketidakprofesionalan tenaga kependidikan. Hal ini diperparah oleh standar profesi dan kesejahteraan tenaga kependidikan yang selama ini hanya diatur dalam regulasi internal lembaga teknis yang menaunginya. (Kompas, 28 September 2006).
• Setengah hati
Pemerintah rupanya masih setengah hati melihat peran tenaga kependidikan. Kondisi ini dapat dilihat dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 087/ U/ 2002 tentang Akreditasi Sekolah yang perlu ditindaklanjuti secara seksama. Dalam pasal 6 kepmen tersebut menyebutkan bahwa persyaratan sekolah yang diakreditasi harus memiliki sarana dan prasarana pendidikan (ayat c) dan tenaga kependidikan (ayat d).
Tetapi anehnya syarat itu hanya menjadi lelucon saja. Banyak sekolah yang memposisikan sarana dan prasarana (baca : perpustakaan, laboratorium) apa adanya. Bahkan tanpa menempatkan pustakawan ataupun laboran di dalamnya. Walhasil guru menjadi korban untuk ditugaskan mengurusnya. Tidak sedikit kemudian muncul ”perpustakaan siluman”. Wujud fisik perpustakaan hadir saat akreditasi saja, setelah itu lenyap entah kemana. Termasuk pustakawan di dalamnya.
Begitu juga nasib laboratorium. Banyak sekolah belum mempunyai laboran yang fokus mengurus laboratorium. Laboratorium hanya digunakan saat praktek mata pelajaran. Jarang sekali laboratorium digunakan untuk kepentingan ilmiah yang sifatnya penelitian mandiri oleh sivitas akademika. Dan sekali lagi peran laboran cukup hanya digantikan oleh seorang guru mata pelajaran.
Pustakawan dan laboran hanyalah sebagian contoh tenaga kependidikan yang saat ini masih menerima nasibnya dengan tidak jelas dan terkesan ”terpinggirkan”. Selama ini keberadaan mereka sebenarnya ada, tetapi terkesan tidak ada. Kalau kasus seperti ini masih saja terjadi, apakah pantas dinilai bahwa pendidikan telah bermutu?

Pemecahan masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka perlu adanya pemecahan masalah, sebagai berikut:
a. Pendidik
• Pendidikan profesi guru
Pendidikan profesi guru merupakan program yang disusun oleh LPTK untuk para lulusan S-1 berdasarkan UU RI No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas diikuti UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang SNP. Ini adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan citra keprofesionalan seorang guru. Diharapkan sebelum calon guru memegang jabatan mereka sudah benar-benar professional dalalm bidangnya melalui PPG ini. Keprofesionalan yang dimaksud yaitu memiliki kompetensi yang handal di dalam aspek paedagogik, kepribadian, sosial, dan professional. Serta memiliki kompetensi dalam: merencanakan, melaksanakan, menilai pembelajaran menindak lanjuti hasil penelitian, melakukan pembimbingan dan pelatihan peserta didik serta melakukan penelitian dan mampu mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.
• Status sosial ekonomi
Adanya upaya pemerintah dengan mensahkan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Yang mana UU ini melindungi Guru dan Dosen dari di bawahnya kebutuhan hidup minimum. Dengan adanya UU ini Guru dan Dosen memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum.
• Karakter kuat dan cerdas
Karakter kuat dan cerdas terdapat dalam pribadi guru sejati yang mampu mendidik dengan hati. Siswa dididik tidak dengan diberikan ikan tapi diberikan kail dan mengajari bagaimana menggunakanya dengan benar sebagaimana mestinya.
• Guru yang otonom
Mencari saingan. Dengan adanya persaingan diharapkan pendidik dapat memiliki keotonoman.
b. Tenaga kependidikan
Kegiatan belajar-mengajar tanpa peran tenaga kependidikan akan mengalami gangguan. Karenanya tenaga kependidikan perlu ”pengakuan” dan penghargaan atas kinerjanya. Tenaga kependidikan – sebagaimana pendidik – juga perlu kejelasan hukum yang mengatur mereka. Tenaga kependidikan tidak akan berfungsi selama penghargaan tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Jika kontroversi antara pendidik dan tenaga kependidikan tidak segera dituntaskan maka permasalahan pendidikan tidak akan terselesaikan. Bahkan akan menciptakan kesenjangan antara keduanya. Akhirnya menghambat percepatan peningkatan mutu pendidikan. Artinya perlu adanya upaya pemerintah untuk menyesuaikan penghargaan materi antara pendidik dan tenaga kependidikan.
Sumber:
• susanto2020.wordpress.com
• smpn29samarinda.wordpress.com

Tidak ada komentar: