Akreditasi Sekolah



1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah.
2. Apa Dasar Hukum Akreditasi Sekolah?
Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002.
3. Apa Tujuan Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah
4. Apa Fungsi Akreditasi Sekolah?
Fungsi akreditasi sekolah adalah : (a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi
5. Apa Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah?
Prinsip – prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentang kelayakan dan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.
6. Apa Karakteristik Sistem Akreditasi Sekolah?
Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan
7. Apa Cakupam Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)
8. Apa Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah ?
Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (i) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.
9. Bagaimana Prosedur Akreditasi Sekolah ?
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi
10. Bagaimana Sekolah Mempersiapkan Akreditasi Sekolah?
Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah mengajukan permohonan akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA, SMK dan SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan atau rekomendasi dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi diri, sekolah perlu memahami bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami, sekolah dapat melakukan konsultasi kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan instrumen tersebut; (c) Mengingat jumlah data dan insformasi yang diperlukan dalam proses evaluasi diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan pengumpulan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi
11. Apa Persyaratan Sekolah agar Dapat Mengikuti Akreditasi?
Sekolah dapat diikutsertakan aktrditasi apabila : (a) memiliki surat keputusan kelembagaan (UPT); (b) memiliki siswa pada semua tingkatan; (c) memiliki sarana dan prasarana pendidikan; (d) memiliki tenaga kependidikan; (e) melaksanakan kurikulum nasional; dan (f) telah menamatkan siswa.
12. Siapa Pelaksana Akreditasi Sekolah ?
Pelaksana akreditasi sekolah terdiri dari : (a) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), (b) Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), dan (c) Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota . Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merupakan: badan non struktural yang secara teknis bersifat independen dan profesional yang terdiri atas unsur-unsur masyarakat, organisasi penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi, dan organisasi yang relevan..yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, standar, sistem,dan perangkat akreditasi secara nasional. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) berkewenangan untuk melaksanakan kegiatan akreditasi SMP, SMA, SMK dan SLB. Sedangkan, Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota berkewenangan melaksanakan akreditasi untuk TK dan SD.
13. Apa Hasil dari Akreditasi ?
Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan kelemahan, dan rekomendasi.Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.
14. Bagaimana Menetapkan Hasil Akreditasi ?
Laporan tim asesor yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan saran bersama dengan hasil evaluasi diri akan diolah oleh BAN-S/M untuk menetapkan nilai akhir dan peringkat akreditasi sekolah sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Penetapan nilai akhir dan peringkat akreditasi dilakukan melalui rapat pleno BAN-SM sesuai dengan kewenangannya. Rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu (50 % + 1) anggota BAN-SM Nilai akhir dan peringkat akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran tindak lanjut bagi sekolah, Dinas Pendidikan, maupun Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah di masa mendatang. Penjelasan kualitatif dan saran-saran harus merujuk pada hasil temuan dan bersifat spesifik agar mempermudah pihak sekolah untuk melakukan pengembangan dan perbaikan internal dan pihak terkait (pemerintah daerah dan dinas pendidikan) melakukan pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah.
15. Berapa Lama Masa Berlaku Akreditasi ?
Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.
16. Bagaimana Pengaduan atas Hasil Akreditasi ?
Ketidakpuasan terhadap hasil akreditasi dapat disampaikan kepada BAN-S/M dengan tembusan BAP-S/M /UPA Kabupaten/Kota setempat dan BAN-S/M melakukan verifikasi dan evaluasi, menyampaikan hasilnya kepada BAP-S/M/UPA Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti
17. Apa Tindak Lanjut Hasil Akreditasi ?
Hasil akreditasi ditindaklanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah guna kepentingan peningkatan mutu sekolah
Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan



Kelayakan sekolah dapat dilihat dari segi sarana dan prasarana sekolah yang memadai di mana sarana dan prasarana tersebut telah memenuhi kriteria minimum yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Prasarana Sekolah
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,
8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.

1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini  akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana  dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.
Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum  adalah  4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa  480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa  960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa 1.600 orang.  Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)  adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus,  dan ruang penunjang.
Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut.  Koleksi perpustakaan  terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan  buku referensi  dan sumber belajar lain.


Rendahnya kesadaran dari pihak lembaga pendidikan
            Banyak sekolah di Indonesia yang masih di bawah standar sarana dan prasarana pendidikan, terlebih lagi di daerah-daerah yang masih jauh dari jangkauan kota, dan terkena bencana alam. Hal ini tentu saja terkait dengan pembiayaan yang sangat besar terutama pemerintah. Namun demikian pihak lembaga/satuan pendidikan haruslah terus berupaya untuk mencapai standarisasi sarana dan prasarana pendidikan guna untuk mempermudah dan memperlancar proses belajar mengajar. Tapi kenyataannya pihak satuan pendidikan tersebut masih lambat dalam menangani masalah ini, jika ini menjadi kendala yang tak terselesaikan alangkah malangya nasib peserta didik yang mengenyam pendidikan di satuan pendidikan tersebut. Sebenarnya pihak sekolah bisa saja menangani hal ini dengan meminta stake holder untuk berkecimpung/berpartisipasi dalam masalah itu yang mana dukungan dari materilnya sangat membantu dalam mencapai standarisasi sarana dan prasaran pendidikan. Tapi apalah daya, sekeras-kerasnya batu lebih keras lagi orang yang tak punya uang.
Sumber:


Standar Penilaian Pendidikan



Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya standar penilaian hasil pendidikan baik yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan oleh pemerintah. Hal ini untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperbaiki ataupun yang harus ditingkatkan lagi. Semuanya dilakukan semata-mata untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermanfaat luar biasa yang dapat membuat bangsa menjadi maju sehingga tak kalah saing dengan bangsa-bangsa maju yang lainnya. Output dari mutu pendidikan yang baik akan dapat bersaing di era global sekarang ini.

Penilaian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ilmu yang diserap oleh peserta didik, ini dinilai oleh peserta didik, dan juga untuk mengetahui seberapa efektif kurikulum yang diberlakukan di satuan pendidikan tersebut, ini dinilai oleh pemerintah.

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
·         Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
·         Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
·         Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
·         Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
·         Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kebebasan Penilaian oleh Pendidik
Pendidik yang berwenang melakukan penilaian kepada peserta didik, tentu saja berdasarkan dari kemampuan peserta didik tersebut dilihat dari keaktifan bertanya, kemampuan memahami mata pelajaran, dan keaktifan di luar mata pelajaran (eskul). Namun demikian di satu sekolah di mana tempat saya belajar terdapat penilaian hanya dari selembar kertas ujian semester, yang mana pada pelaksanaan ujian tersebut terdapat tidak tegasnya pengawas dalam mengawasi ujian tersebut. Hal ini dikarenakan oleh mungkin ada unsur ketidakenakan kepada peserta didik, ditambah lagi dengan status sekolah tersebut swasta dan mengingat ujian juga masih bayar. Artinya jika ada peserta didik yang melanggar peraturan pada ujian bukannya dikeluarkan dari ruangan tetapi masih diberikan toleransi yang besar sehingga peserta ujian dapat megikuti ujian padahal dia sudah melanggar peraturan tersebut.
Ada juga peserta didik yang dinilai dari kedekatan hubungan keluarga antara peserta didik dan pendidik. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di suatu satuan pendidikan, di mana penilaian tersebut tidak memandang dari segi kemampuan peserta didik tersebut melainkan menganggap peserta didik tersebut layak diberi nilai yang bagus karena adanya hubungan internal kepada pendidik.
Ketegasan dari Kepala sekolah sangatlah penting dalam mengawasi penilaian pendidik terhadap peserta didik. Banyak sekolah swasta yang masih menyandang status diakui melakukan penilaian kepada peserta didik tidak secara objektif melainkan memandang siapa peserta didik tersebut?, dari mana asalnya peserta didik tersebut?. Jika hal ini masih berlaku di era global sekarang ini akan banyak bibit-bibit penerus bangsa yang memiliki kemampuan yang rendah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota atau provinsi.

Sumber: http://bsnp-indonesia.org




Standar Pengelolaan Pendidikan


Pengelolaan yang berkata dasar “kelola”, jika dimasukkan ke dalam proses maka menjadi “mengelola”. Di sini dimaksudkan mengelola pendidikan dalam arti mengelola sumber daya manusia di mana outputnya akan menghasilkan manfaat yang sangat luar biasa yang dapat menjawab pertanyaan dan tantangan dunia ke depan.
Agar proses ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan yang memiliki mutu terbaik, maka perlu adanya standar dari pengelolaan pendidikan, di mana standar ini telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).  
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.

Kebebasan Masyarakat Dalam Mengelola Pendidikan
Di era globalisasi yang semakin dekat dengan kemajuan bangsa-bangsa untuk mengelola sumber daya manusia, berbagai  idealisasi dari masyarakat tergiur sekali dengan yang namanya mendirikan sekolah atau satuan pendidikan. Sedangkan untuk mengelola satuan pendidikan yang telah ada masih mendapat kecendurungan terhadap pengelolaan di satuan pendidikan tersebut. Sebenarnya mutu pendidikan itu bergantung banyak kepada satuan pendidikan tersebut yang mana perannya dalam mengelola sumber daya manusia melalui proses belajar mengajar. Hal ini tidak dapat dihindari karena kegiatan yang berpengaruh dalam meningkatkan mutu pendidikan adcalah kegiatan PBM. Peran Guru dan Kepala sekolah seharusnya mampu berkompetitif dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan, hal ini dimaksudkan agar dapat dilihat oleh pengelola pendidikan di tingkat Pemerintah Daerah dan Pemerintah seberapa layak pendidikan tersebut dikelola oleh Kepala Sekolah dan para Guru. 
Dengan adanya sertifikasi, pelatihan dan penataran ataupun seminar Guru dapat diadakan guna untuk meningkatkan mutu Guru yang dapat bersaing di era global, di mana dengan kemampuannya dapat meningkatkan mutu lulusan melalui PBM tersebut.

Perlawanan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Pemerintah
Masyarakat mengeluh, memberontak, dan marah terhadap pemerintah jika system pengelolaan pendidikan tidak tepat, misalnya Ujian Nasional (UN). Mengenai hal ini masyarakat di seluruh penjuru Indonesia mendemo dan mengkritisi Mendiknas, di mana UN tidak harus diadakan lagi karena UN hanya berpatokan pada kecerdasan normative, formatif saja, dengan kata lain, tidak melihat kepada peserta didik dari segi keterampilannya, keahliannya di bidang lain, seperti bernyanyi, olahraga, seni, tari dan lain-lain. Sebenarnya, mutu lulusan tersebut dinyatakan dalam UN guna agar tidak terdapat perbedaan antara pendidikan di pusat dengan yang ada di daerah. Maksud ini sangat baik sekali karena pendidikan di Indonesia harus merata sehingga tidak ada perbedaan yang membatasi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Tetapi sayangnya, pendidikan di Indonesia sendiri masih mengalami ketidakmerataan pendidikan, misalnya di tinjau dari segi sarana dan prasaran, pengelolaan, isi dan kompetensinya.
Menanggapi hal ini dapat diselesaikan dengan cara membangun masyarakat yang dapat menghargai ilmuwan terdahulu yang telah menemukan, menciptakan, mempatenkan teori-teori dalam bentuk ilmiah. Masyarakat harus percaya dengan menghargai ilmuwan dengan cara melaksanakan Ujian Nasional dapat mecapai target kualitas lulusan terbaik di dunia.

Dengan adanya standar pengelolaan pendidikan yang ditetapkan dari pemerintah dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang mana outputnya dapat bersaing dengan bangsa-bangsa maju lainnya di era global sekarang ini.


Sumber: http://bsnp-indonesia.org



STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN




Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya fasilitas yang memadai berstandar nasional di setiap lembaga pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Pemerintah telah menetapkan anggaran biaya pendidikan 20% dari APBN, di mana semua itu butuh proses yang cukup lama dan teliti sehingga tidak ada uang yang dikelola dengan tidak ada akuntabilitasnya. Pembiyaan pendidikan harus berstandar nasional pula adanya, di mana program ini akan mencapai pula pada keberhasilan mutu pendidikan yang terbaik. 
Banyak program dari pemerintah yang telah dilakukan untuk menyalurkan pembiayaan pendidikan misalnya BOS (Bantuan Operasional Sekolah), beasiswa dan lain-lain.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
·         Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
·         Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
·         Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya

Tidak Meratanya Gaji Pendidik
            Pendidikan di Indonesia sebenarnya belum merata mencapai target yang diinginkan, namun pemerintah terus berupaya untuk meratakan pendidikan di seluruh indonesia. Berkaitan dengan gaji pendidik, jika pendidikan di daerah masih belum merata sesuai dengan yang ada di pusat ada kaitannya dengan gaji pendidik yang mana akan menimbulkan kekritisan para pendidik kepada pihak satuan pendidikan. Memang perbedaan gaji pendidik tentu saja mengacu kepada satuan pendidikan, dengan kata lain, satuan pendidikan yang benar-benar terlihat kemajuannya akan memenuhi gaji pendidik sesuai standar gaji pendidik sebenarnya.
            Terkadang pendidik mengajar tidak hanya di satu lembaga pendidikan melainkan pendidik mengajar di lembaga pendidikan lain guna menerima gaji yang cukup untuk kebutuhannya. Tetapi jika lembaga-lembaga pendidikan ini berada di satu daerah yang sama tentu saja akan menerima gaji yang sama.
            Diharapkan dengan adanya standar pembiayaan pendidikan mampu mengatasi permasalahan yang mengacu kepada gaji pendidik, dimana pendidik juga manusia yang tak luput dari kebutuhan hidup dan juga membiyaai kebutuhan belajar anak-anaknya.
Sumber: http://bsnp-indonesia.org


Standar Proses

Proses pembelajaran pada satuan waktu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.


Pelaksanaan Proses Pembelajaran

A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be­lajar adalah:
a. SD/MI : 28 peserta didik
b. SMP/MT : 32 peserta didik
c. SMA/MA : 32 peserta did 1k
d. SMK/MAK : 32 peserta didik

2. Beban kerja minimal guru
a. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem­belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana­kan tugas tambahan;
b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah se kurang-kurang nya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

3. Buku teks pelajaran
a. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se­kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku­buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe­rensi dan sumber belajar lainnya;
d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per­pustakaan sekolah/madrasah.

4. Pengelolaan kelas
a. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka­rakteristik peserta didik dan mata pelajaran, sertaaktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;
b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;
c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;
d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kece­patan dan kemampuan belajar peserta didik;
e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dankeputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;
f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;
h. guru menghargai pendapat peserta didik;
i. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
j. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran
yang diampunya; dan
k . guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.­

B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, ::ayiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengait­kan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem­belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me­motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi­tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai­kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela­jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prin­sip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembela­jaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam se­tiap kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan per­cobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

b. Elaborasi
Dalarn kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan me­nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memuncul­kan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menga­nalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan r iasi; kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pamer­an, turnamen, festival, serta produk yang diha­silkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa per­caya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplo­rasi dan elaborasi peserta didik melalui ber­bagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilita­tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan be­nar;
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi Iebih jauh;
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsis­ten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan­an konseling dan/atau memberikan tugas balk tu­gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan iencana pembelajaran pada per­temuan berikutnya.

Penilaian Hasil Pembelajaran

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai hahan penyusunan laporan kema­juan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan ter­program dengan menggunakan tes dan nontes dalam ben­tuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofoiio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

Sumber: http://nigurutam.blogspot.com              

Standar isi dan Standar kompetensi


Latar Belakang
Menerapkan standar isi dan proses pembelajaran sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pendidikan telah menjadi pergerakan nasional dan menjadi bagian dari pembicaraan formal setiap hari. Ironisnya pembaharuan terdepan muncul dalam bentuk peningkatan hardware pada tiap sekolah sehingga peningkatan mutu pendidikan telah berdampak pada harga yang harus dibayar untuk memperoleh pendidikan semakin mahal. Kelas yang ber-AC dan akses internet telah menjadi penanda kemajuan yang kasat mata dan penggunaan bahasa Inggris yang meningkat tajam yang disertai meningkatnya motivasi guru untuk mengupgrade kompetensinya.
Apakah itu standar?
Standar dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 diberi makna kriteria minimal. Standar berarti batas, patokan, syarat yang harus dicapai dalam proses peningkatan mutu. Batas-batas itu harus terukur sehingga harus jelas indikatornya.
Menurut Douglas (2002:7) standar itu aturan permainan yang terbuka. Digambarkan seperti pada saat anak-anak bermain congklak, salah satu anak berteriak: Kamu bohong! Dalam aktivitas anak-anak terdapat standar permainan. Standar itu pasti, misalnya dalam standar batas nilai minimal membantu siswa mencapai target. Standar itu ukuran keahlian atau kompetensi. Standar itu prestasi yang patut dicontoh. Standar itu tantangan. Standar itu hasil kesepakatan. Ditegaskan pula bahwa dari hasil studi mengenai pendidikan baik dilihat dari prespektif teoritis maupun politis, Douglas menyatakan bahwa standar adalah efektif. Berkenaan dengan efektivitas menurut Osborne dan Gaebler (1999) selalu mendatangkan hasil yang lebih baik. Abin Syamsudin (1999:20) mendefinisikan bahwa efektif pada dasarnya menunjukan ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (achievements, observed outputs) dengan hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. Berdasarkan itu, maka standar adalah kriteria minimal yang harus dicapai yang ditetapkan pada saat menyusun perencanaan.
Bagaimana menerapkan standar?
Penerapan standar berarti menerapkan manajemen scientific. Jadi, memerlukan langkah investigasi mengenai berbagai fenomena melalui kegiatan observasi dan analisis empiris mengenai berbagai peristiwa yang terukur. Memerlukan pemahaman mengenai tujuan yang hendak dicapai. Perlu menetapkan definisi proses pekerjaan. Perlu mengenali batas-batas pekerjaan dengan jelas. Menerapkan standar memerlukan pemahaman teori yang mendasari pekerjaan dan keterampilan, mengaplikasikan teori dalam pekerjaan sehari-hari. Berkaitan dengan aplikasi teori berarti pengelola perlu memahami perilaku yang diukur. Penerapan standar memerlukan penguasaan menjabarkan definisi konsep ke dalam definisi oprasional (http://www.wikipedia. org/ wiki/ oprasional).
Penerapan standar berdasarkan definisi dan prosedur di atas meliputi pentahapan 10 langkah berikut:
  1. Memilih teori yang mendasari pekerjaan
  2. Memahami bagaimana menerapkan teori pada pelaksanaan pekerjaan
  3. Mendefinisikan pekerjaan
  4. Menentukan tujuan pekerjaan dengan jelas
  5. Menjabarkan definisi konsep ke dalam definisi operasional
  6. Menentukan indikator atau perilaku yang menjadi ukuran
  7. Menentukan ukuran, batas, patokan, kriteria, syarat minimal atau batas ketercapaian tujuan
  8. Melaksanakan observasi dan analisis atau menghimpun data ketercapaian tujuan
  9. Mengolah data ketercapaian
  10. Menetapkan batas pencapaian terhadap tujuan yang diharapkan
Uraian di atas menegaskan pentingnya data, mencatat data, mengolah data, dan menafsirkan data yang terkait pada pemenuhan batas yang ditetapkan.
Menerapkan Standar Isi dan Standar Proses
Penerapan standar terkait pada tiga masalah utama yang melekat pada sistem pengelolaan pendidikan. Permasalahan itu sebagaimana dirumuskan Fitzgibbons. Pertama, manusia seperti apa yang ingin dikembangkan melalui proses pendidikan? Kedua, apa yang harus diberikan? Ketiga, bagaimana memberikannya? (Supandi 1988: 16).
Tujuan adalah menentukan seluruh proses kegiatan. Kejelasan kompetensi lulusan merupakan syarat mutlak. Secara operasional pencapaian tujuan harus terdeskripsikan dan terukur dalam perbuatan siswa dalam kelas dan hasil pekerjaan mereka yang dipamerkan. Hubungan antara deskriptor kinerja siswa dengan tujuan tergambar dalam diagram standar.
Standar Kompetensi
Untuk mencapai standar mutu pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara nasional, kegiatan pembelajaran di  sekolah mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan yang telah ditetapkan oleh BSNP sebagai berikut ini :
  1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
  2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
  3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
  4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial 
  5. Menghargai keberagaman agama, bangsa,  suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
  6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
  7. Menunjukkan  kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
  8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
  9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
  10. Menunjukkan kemampuan  menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
  11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
  12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan  bertanggung jawab
  13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
  14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budayaM
  15. engapresiasi karya seni dan budaya
  16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
  17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
  18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
  19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
  20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
  21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
  22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
  23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
Kesimpulan
Jelas bahwa, jika suatu tujuan mulia yaitu tujuan pendidikan yang harus dicapai untuk menghasilkan output yang baik, yang dapat bersaing di era global sekarang ini harus ada standar (kriteria minimal yang harus dicapai) sehingga citra pendidikan di Indonesia akan menjadi harum dan bermartabat dalam mengelola sumber daya manusia yang kompetitif.
Sumber:


Supervisi Pendidikan

Pengertian
Ibarat seorang anak yang berusia 4 tahun melakukan aktifitasnya selalu diawasi dan dibantu oleh Ibu/Ayahnya yang semata-mata demi keselamatan dirinya untuk berkembang secara optimal. Begitu juga di dalam pendidikan dimana kita kenal istilah “supervisi pendidikan” adalah untuk mengawasi sekaligus membantu proses belajar mengajar supaya dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi PBM. Ciri-ciri supervisi pendidikan adalah adanya perubahan; perubahan tersebut tentu saja sesuai dengan peranannya menuju kepada yang lebih baik.
Menurut Daresh (1989) mendefinisikan supervisi sebagai suatu proses mengawasi kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Wiles (1995) berpendapat bahwa supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar.


Fungsi dan Peran Supervisi
1. Pekerjaan profesional
Supervisi dilakukan oleh orang yang ahli, tidak dapat semua orang melakukan supervisi, karena Pasal 20 Ayat (3) mengatakan bahwa untuk menjadi pengawas perlu adanya pendidikan khusus.
2. Perbaikan proses belajar mengajar
Tugas supervisor bukanlah untuk mengadili tetapi untuk membantu, mendorong, dan memberikan keyakinan kepada guru bahwa proses belajar mengajar dapat dan harus diperbaiki.
3. Pengembangan pekerjaan
Melalui pengembangan berbagai pengalaman, pengetahuan, sikap, dan keterampilan guru harus dibantu secara professional.
4. Pemecahan permasalahan pengajaran
Memecahkan masalah-masalah yang menghambat PBM sehingga timbul perubahan yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi PBM.
5. Kontinuitas operasi lembaga pendidikan
Tanggung jawab utama administrator untuk menjaga program-program yang telah ditetapkan sekolah dapat berjalan dengan lancar dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi PBM.
6. Rangsangan perubahan
Program-program supervisi hendaknya memberikan rangsangan terjadinya perubahan. Perubahan itu dapat dicapai melalui berbagai usaha inovasi dalam pengembangan kurikulum serta kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan untuk guru.


Jenis-jenis supervisi
Ada dua jenis supervisi dilihat dari peranannya dalam perubahan itu, yaitu:
1. Supervisi traktif, artinya supervisi yang dilakukan untuk perubahan kecil karena menjaga kontinuitas. Misalnya kegiatan rutin seperti pertemuan kecil dengan guru-guru membahas kesulitan-kesulitan kecil, memberikan informasi tentang prosedur yang telah disepakati dan memberikan arahan dalam prosedur standar operasi (PSO) dalam suatu kegiatan.
2. Supervisi dinamik, artinya arahan untuk mengubah praktek-praktek pengajaran tertentu secara lebih intensif. Tekanan dalam perubahan ini diletakkan kepada diskontinuitas, gangguan terhadap praktek yang ada sekarang untuk diganti dengan yang baru. Program demikian merupakan program baru yang mempengaruhi prilaku murid, guru, dan semua personel sekolah.


Tugas-tugas supervisor
1. Mengembangkan kurikulum, maksudnya membantu guru dalam melaksanakan penyesuaian dan perancangan pengalaman belajar dengan keadaan lingkungan dan siswa. Disamping itu juga menentukan satuan pelajaran, merancang muatan local, dan merancang ekstra kurikulum.
2. Menyediakan fasilitas sesuai dengan proses belajar mengajar.
3. Mengorganisasikan pengajaran, yaitu membantu siswa, guru, tempat, dan bahan pengajaran sesuai dengan waktu yang disediakan serta instruksional yang ditetapkan.
4. Memberikan orientasi kepada guru. Guru perlu dilengkapi dengan informasi yang relevan dengn tugas serta tanggung jawabnya.
5. Mengusahakan bahan. Meningkatkan pengalaman belajar dan unjuk kerja guru dalam melaksanakan pengajaran. Misalnya mengadakan workshop, konsultasi, wisatakarya, serta berbagai latihan dalam jabatan.
6. Menghubungkan layanan khusus murid dan layanan lain. Mengkoordinasikan antara kegiatan belajar mengajar dengan kegiatan layanan lain yang diberikan sekolah/lembaga pendidikan kepada siswa.
7. Mengembangkan hubungan masyarakat. Mengusahakan lalu lintas informasi yang bebas tentang hal yang berhubungan dengan kegiatan pengajaran.
8. Mengatur pendidikan dalam jabatan. Merancang dan memperoleh bahan pengajaran sesuai dengan kurikulum. Guru harus melakukan titik ulang, evaluasi, dan perubahan tentang bahan pengajaran agar lebih besar sumbangannya terhadap tercapainya tujuan pengajaran.
9. Melakukan evaluasi pengajaran untuk perbaikan proses pengajaran.


Sumber: Sutjipto, dan Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka cipta.

Bimbingan dan Konseling


Segala sesuatu lebih mudah dikerjakan apabila pekerjaan tersebut diserahkan kepada yang ahlinya. Di dalam kehidupan sehari-hari kita mendapatkan berbagai masalah ataupun keluhan, tidak terkecuali siswa/i yang masih mengenyam pendidikan. Maka dari itu Bimbingan dan Konseling adalah sarana yang tepat untuk menuntaskan masalah-masalah yang ada pada diri kita khususnya.
Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku. Jadi Pengertian bimbingan dan konseling adalah memberikan bantuan kepada peserta didik/klien terhadap penyesuaian diri, pengentasan masalah dan hidup mandiri.
Menurut pendapat Prayitno, dkk (2003) yang memberikan pengertian yang disatukan Bimbingan dan Konseling merupakan pengertian formal yang dan menggambarkan penyelenggaraan Bimbingan dan Koseling yang diterapkan dalam system pendidikan nasional.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian sejak Kurikulum 1994 hingga sekarang berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan wacana sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan, saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam keluarga, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri bagi untuk kepentingan tersebut.
Visi bimbingan dan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia. Berdasarkan visi tersebut terdapat tiga misi yang diemban bimbingan dan konseling, yaitu :
1. Misi pendidikan; mendidik peserta didik melalui pengembangan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan yang terkait masa depan.
2. Misi pengembangan; memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan formal ke arah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan lingkungan belajar dan lingkungan lainnya serta kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
3. Misi pengentasan masalah; membantu dan memfasilitasi pengentasan masalah individu mengacu kepada kehidupan sehari-hari yang efektif.
Dalam berbagai literatur tentang bimbingan dan konseling, para ahli mengemukakan tentang tujuan bimbingan dan konseling yang beragam, tetapi pada intinya akan menerucut pada tujuan yang sama yaitu tercapainya perkembangan para peserta didik/klien secara optimal dan tercapainya penyesuaian diri..
Fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu: Pemahaman; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi pemahaman diri dan dan lingkungan peserta didik.
1. Pencegahan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
2. Pengentasan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.
3. Advokasi; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.
4. Pemeliharaan dan pengembangan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan dalam bentuk jenis layanan dan kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling. Sejalan dengan orientasi baru Bimbingan dan Konseling, maka dalam prakteknya, layanan Bimbingan dan Konseling seyogyanya lebih mengedepankan fungsi-fungsi pemahaman, pencegahan dan penembangan. Berjalannya fungsi tersebut merupakan indikator keberhasilan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Ruang lingkup Bimbingan dan Konseling
            Secara formal, terdapat empat bidang yang menjadi ruang lingkup garapan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks pesekolahan saat ini, yaitu :
1. Bidang pelayanan kehidupan pribadi; membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat, dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.
2. Bidang pelayanan kehidupan sosial; membantu individu menilai dan mencari alternatif hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
3. Bidang pelayanan kegiatan belajar; membantu individu dalam kegiatan dalam rangka mengikuti jenjang dan jalur pendidikan tertentu dan/atau dalam rangka menguasai kecakapan atau keterampilan tertentu.
4. Bidang pelayanaan perencanaan dan pengembangan karier; membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan berkenaan dengan karier tertentu, baik karier di masa depan maupun karier yang sedang dijalaninya.
Azas-azas Bimbingan dan Konseling
  1. Azas kerahasiaan, yaitu konselor dapat merahasiakan permasalahan yang dialami konseli terhadap konseli lain.
  2. Azas keterbukaan, yaitu tidak ada kerahasiaan antara konseli dengan konselor pada waktu konseli memaparkan masalahnya.
  3. Azas kesukarelaan, yaitu konselor mempunyai banyak waktu untuk memecahkan permasalahan konseli.
  4. Azas kedinamisan, konselor dapat mentargetkan pekembangan konseli yang lebih baik. Artinya konseli perlahan-lahan mengalami penurunan masalah.
  5. Azas keterpaduan, konselor dapat meberikan dukungan-dukungan lain agar mempercepat perkembangan yang lebih baik terhadap konseli.
  6. Azas kenormatifan, konseli harus mengikuti aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang sudah ditentukan oleh konselor sebagai pedoman untuk mempercepat perkembangan.
  7. Azas keahlian, yaitu konselor mempunyai keahlian dalam membimbing, memecahkan masalah yang ada pada konseli menurut cara koselor sendiri.
Tahapan Bimbingan dan Koseling
  1. Mengumpulkan bahan-bahan
  2. Mengolah data
  3. Menentukan strategi yang cocok untuk menuntaskan permasalahan
  4. Melakukan konseling
  5. Mengevaluasi, yaitu mengikuti perkembangan akibat dari proses konseling yang diberikan
  6. Mengevaluasi konseling

Sumber: http://oc.upi.edu

Pengembangan Kompetensi SDM Kependidikan


Problem kompetensi sdm kependidikan

Rendahnya kualitas sdm kependidikan akan selalu menunjuk kepada lembaga pendidikan sebagai satu lembaga yang memproduksi sumber daya manusia dan keterampilan. Dalam Achmad Munib (2007) menyatakan bahwa pendidikan kita mengalami 5 krisis:
1.      kualitas
2.      relevansi
3.      elitisme
4.      manajemen
5.      pemerataan pendidikan
Sulit untuk mengukur rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Achmad Munib (2007) mengemukakan indicator untuk mengukur rendahnya pendidikan di Indonesia yaitu:
  1. mutu guru yang masih rendah ada pada semua jenjang pendidikan
  2. alat bantu proses belajar mengajar seperti buku teks, laboratorium dan bengkel kerja masih belum memadai
  3. tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan

Untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM yang ada, perlu usaha yang mampu mempertahankan diri dan inovatif agar hasil produknya lebih kompetitif (lihat Tilaar 2002:6).
Menurut Riwanto 1993, tidak relevannya pendidikan kita bukan hanya disebabkan oleh adanya kesenjangan antara “supply” system pendidikan dan “demand” tenaga yang dibutuhkan oleh berbagai sector ekonomi, tetapi juga disebabkan oleh ketidaksesuaian  kurikulum pendidikan kita di berbagai jenjang pedidikan (terutama SLTA kejuruan dan kurikulum Perguruan Tinggi) dengan diferensiasi lapangan pekerjaan di dunia usaha dan berkembangnya Iptek.
Elitisme merupakan masalah penyelenggaraan pendidikan yang menguntungkan masyarakat kecil atau yang mampu ditinjau dari segi ekonomi (Tilaar, 1991).
Menurut Achmad Munib (2007) masalah manajemen pendidikan dianalogkan sebagai suatu industri dimana pengembangan sumber daya manusia harus dikelola secara profesioanal. Maka dari itu manajer professional yang diperlukan di setiap jenjang dan jenis pendidikan menuntut adanya kerja keras dari berbagai pihak, agar hasilnya dapat bersaing di dunia globalisasi.
Yang terakhir yaitu pemerataan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan menurut Achmad Munib (2007) yang meliputi:
  1. ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang berumur cukup untuk sekolah dengan jumlah fasilitas yang dapat disediakan dari mereka.
  2. ketidakseimbangan secara horizontal yaitu antara jenis dan bidang  pendidikan. Hal ini meimbulkan akibat kurang sesuainya persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan.
  3. ketidakseimbangan vertical yaitu perbandingan antara SD, SLTM, dan Perguruan Tinggi/Akademi.



Kualitas SDM pendidikan

Menurut Prof. Mantja (2008) jika lembaga pendidikan dianalogkan sebagai perusahaan maka SDM dapat dilihat dari kelembagaannya, operasionalnya, outputnya harus memiliki karakter manusiawi, karena outputnya mausia maka pendidikan menurut Tilaar (2007) outputnya sebagai investasi SDM yang mana harus memiliki karakter:
  1. manusia yang berwatak
  2. seorang yang pintar atau inteligen
  3. entrepreneurship (wiraswasta)
  4. watak yang kompetitif
Dalam membentuk output yang memiliki karakter di atas maka Prof. Mantja (2008) harus memperhatikan berbagai hal yang menjadi pusat SDM pendidikan seperti:
  1. staf instrusional (guru0
  2. fleksibel
  3. penyesuaian staf
  4. kompetensi fungsional
  5. keterlibatan kooperatif
  6. menemukan SDM (ijazah)
  7. pola pengaruh
Melihat permasalahan di atas jelas bahwa indicator utamanya adalah mutu guru yang rendah hampir di semua jejang dan jenis pendidikan dalam hubungan peningkatan SDM pendidikan. Maka dari itu factor utamanya Guru yang harus banyak ditingkatkan.
Untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM yang ada maka perlu adanya usaha memiliki loncatan-loncatan perubahan yang mampu mempertahankan diri atau inovastif agar hasil produknya lebih komptitif Tilaar (2002:6). Dalam hal ini diupayakan mengangkat profesi Guru sebagaimana mestinya sebagai salah satu tenaga professional. Hal ini dikarenakan dari berbagai hasil kajian tentang peranan Guru yang dianggap sebagai kunci keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat John Goodlad dalam Suyanto (2005) yang mengemukakan bahwa dalam peran Guru amat signifikan bagi setiap keberhaslan proses pembelajaran (www.dikdasmen.org). Peran guru merupakan peran yang penting yang dilakukan melalui pengelolaan kelas yang efektif seperti yang dikemukakan oleh Titus Sri Maryoto (November 2005) dimana dari hasil penelitiannya diperoleh hasil, Guru mempunyai peran yang sentral dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan melalui pengelolaan kelas yang baik yaitu sebagai pengajar, pendidik dan manajer.

Sumber: http://s1pgsd.blogspot.com