Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan



Kelayakan sekolah dapat dilihat dari segi sarana dan prasarana sekolah yang memadai di mana sarana dan prasarana tersebut telah memenuhi kriteria minimum yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Prasarana Sekolah
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,
8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.

1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini  akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana  dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.
Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum  adalah  4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa  480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa  960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa 1.600 orang.  Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)  adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus,  dan ruang penunjang.
Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut.  Koleksi perpustakaan  terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan  buku referensi  dan sumber belajar lain.


Rendahnya kesadaran dari pihak lembaga pendidikan
            Banyak sekolah di Indonesia yang masih di bawah standar sarana dan prasarana pendidikan, terlebih lagi di daerah-daerah yang masih jauh dari jangkauan kota, dan terkena bencana alam. Hal ini tentu saja terkait dengan pembiayaan yang sangat besar terutama pemerintah. Namun demikian pihak lembaga/satuan pendidikan haruslah terus berupaya untuk mencapai standarisasi sarana dan prasarana pendidikan guna untuk mempermudah dan memperlancar proses belajar mengajar. Tapi kenyataannya pihak satuan pendidikan tersebut masih lambat dalam menangani masalah ini, jika ini menjadi kendala yang tak terselesaikan alangkah malangya nasib peserta didik yang mengenyam pendidikan di satuan pendidikan tersebut. Sebenarnya pihak sekolah bisa saja menangani hal ini dengan meminta stake holder untuk berkecimpung/berpartisipasi dalam masalah itu yang mana dukungan dari materilnya sangat membantu dalam mencapai standarisasi sarana dan prasaran pendidikan. Tapi apalah daya, sekeras-kerasnya batu lebih keras lagi orang yang tak punya uang.
Sumber:


Tidak ada komentar: