Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)





Pengantar

Pernakah kamu mendengar kata peningkatan? Kalau belum bacalah kata pengantar ini dengan penuh imajinasi. Sewaktu kamu mendengar khutbah shalat jum`at bagi umat muslim, kalau bagi umat nonmuslim ya disesuaikan saja makna dari kata-kata penulis ya! Khatib mengatakan bahwa kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Maksud dari kata ”meningkatkan” disini adalah banyak upaya yang telah dilakukan tetapi hasilnya belum begitu memuaskan karena masih ada permasalahan pada diri kita sehingga kita perlu memecahkan permasalahan tersebut dan terus berusaha untuk mengupayakan agar memperoleh hasil yang memuaskan. Penulis ingin mengadopsi konsep ”peningkatan ketaqwaan” menjadi ”peningkatan mutu pendidikan”. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, hasilnya masih belum begitu memuaskan karena masih ada permasalahan yang terjadi di dalam manajemen sekolah. Dari berbagai studi dan pengamatan langsung di lapangan, hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata[1].


1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan[2]. Contohnya di lapangan banyak pihak lembaga pendidikan yang menginginkan menerima banyak peserta didik tanpa memperhatikan proses pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas dari outputnya sehingga banyak lulusan-lulusan sekolah sukar dalam mendapatkan pekerjaan ataupun kurangnya jiwa-jiwa kemandirian dalam pengembangan diri.
2. Penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi[3].
3. Peran serta stake holder (pemangku kepentingan), masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas[4].
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka perlu adanya solusi untuk memecahkan maslalah tersebut. Dalam hal ini pemerintah sangat mempunyai kewajiban penuh untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena itu pemerintah menerapkan sistem pendidikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).


Konsep Dasar MBS


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional[5].
Tujuan MBS
  • Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah.
  • Mengoptimalkan sumber daya sekolah dan mensinergikan program peningkatan mutu pendidikan di level sekolah.
  • Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada stakeholder.
  • Kompetisi yang sehat antar sekolah.
  • Meningkatkan motivasi.
Dengan menerapkan konsep MBS di sistem pendidikan maka sekolah menjadi :
1. Otonomi pendidikan. Dalam hal ini mencakup :
· Kemandirian. Sekolah menjadi mandiri dalam mengelola proses pendidikan yang serasi dan sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungannya.
· Pendayagunaan sumber. Sekolah mampu mengandalkan sumber dari apa yang ada di lingkungannya.
· Pemberdayaan masyarakat. Sekolah mampu memberikan kepercayaan penuh terhadap masyarakat atau pemangku kepentingan/stakeholder dalam mengambil keputusan, evaluasi dan akuntabilitas.
· Transparansi. Sekolah dapat terlihat akreditasinya. Selain itu dapat menciptakan persaingan yang sehat antar sekolah.
· Akuntabilitas. Pertanggungjawaban guru-guru dalam proses mengajar lebih transparan.
2. Ciri –ciri sekolah efektif, .mencakup :
· Visi, misi dan target yang jelas.
· Pengembangan staff. Sekolah mampu menciptakan staff yang pintar dan profesional.
· Evaluasi untuk perbaikan proses belajar mengajar.
· Menerapkan kurikulum konstruksifistik. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengeluarkan kemampuan yang ada, setelah itu belajar mencari yang lain. Maksudnya adalah melihat seberapa besar kemampuan siswa tersebut, setelah itu siswa baru mendapatkan ajaran yang baru.
· Pertisipasi orangtua dan masyarakat.
· Kepemimpinan kuat. Sekolah mempunyai kekuasaan gagasan.
· Tingkat harapan yang tinggi. 

Langkah MPMBS

Perlu adanya langkah-langkah untuk menjalnkan MBS agar terlaksana dengan baik, yang mencakup :
· Evaluasi diri (self assesment). Penilaian mencakup kelebihan, keterbatasan sekolah. Sehingga dapat menciptakan peluang strategi dalam pelaksanaannya.
· Perumusan visi, misi, target dan mutu yang jelas.
· Perencanaan program kegiatan. Hal ini mencakup apa yang akan dilakukan, mentargetkan, merencanakan kerjaan dan mengerjakan rencana tersebut.
· Monitoring dan evaluasi program
· Penerapan target mutu baru.

Kontrol pelaksanaan 


Selain ada langkah pelaksanaan, terdapat juga kontrol pelaksanaan agar hasillnya sesuai yang diinginkan, yang mencakup :
· Transparansi manajemen sekolah. Sekolah terlihat akreditasinya.
· Akuntabilitas.
· Bench marking. Dalam hal ini dapat mengevaluasi sesuatu baik internal maupun eksternal. Selain itu juga dapat mencari pesaing bagi peningkatan kualitas diri.

Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:

Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS


*) Pada dasarnya kepemimpinan transformasional mempu nyai tiga komponen yang harus dimilikinya, yaitu:
  • memiliki kharisma yang didalamnya termuat perasaan cinta antara KS dan staf secara timbal-balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri, dan saling percaya dalam bekerja
  • memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya
  • memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berfikir dan mengembangkan atau mencari be rbagai alternatif baru.5

Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta da
pat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang ber-kepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).

Secara ringkas perubahan pola manajemen pendidikan lama (konvensional) ke pola baru (MBS) dapat digambarkan sebagai berikut:






Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
  • menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut

  • mengetahui sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
  • mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
  • bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelengaraan sekolah
  • persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.

Hasil rumusan yang dihasilkan peserta kemungkinan sangat banyak dan bervariasi. Pada akhir diskusi, fasilitator bersama-sama peserta mencoba mengklasifikasi dan menggabungkan rumusan yang sejenis sehingga diperoleh ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah. Misalnya:
  • Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah
  • Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.
  • Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas)
  • Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
  • Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
  • Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
  • Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.
  • Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll).
  • Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.



1Miftah Thoha, Ph.D. "Desentralisasi Pendidikan", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.

2NCREL, 1995, "Decentralization: Why, How, and Toward What Ends?" NCREL’s Policy Briefs, report 1, 1993 dalam Nuril Huda "Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.

3Gaynor, Cathy (1998) "Decentralization of Education: Teacher management" Washington, DC: World Bank, dalam Nuril Huda "Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.


4Donoseputro, M (1997) "Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pendidikan: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Alat Pemersatu Bangsa", Suara Guru 4: 3-6.

5Burns, J.M (1978) Leadership Harper & Row, New York dalam Rumtini (1977) Transformational and Transactional Leadership Performance of Principals of Junior Secondary School in Indonesia, unpublished thesis.

[1] www.mbs-sd.org/isi.php?id=11

[2] www.mbs-sd.org/isi.php?id=11

[3] www.mbs-sd.org/isi.php?id=11

[4] www.mbs-sd.org/isi.php?id=11

[5] www.mbs-sd.org/isi.php?id=11

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Deuh.. dah bs bkn blog sekarang euy.. selamat ah..